Oleh : H. Ade Irawan (Founder Alhaya Foundation)
Coba kita bayangkan sejenak jika kita tidak bisa berkomunikasi, katakan saja misalnya kita meminta tolong diambilkan sesuatu namun kita tidak mengatakan apa-apa atau bahkan kita tidak memberikan isyarat apapun. Maka, jika ada orang seperti itu dianggap tidak hidup karena tidak mampu berkomunikasi dengan baik.
Hampir 3 pekan ini juga kita disuguhkan berbagai cerita buruknya sebuah komunikasi, ya dalam beberapa hal misalnya saja kasus yang tengah ramai di media, bila ditelisik itu berawal dari pengkondisian komunikasi satu arah yang diharapkan semua orang percaya dengan narasi komunikasi yang telah dibangun bahwa kejadian tersebut seolah-olah terjadi demikian, namun ternyata sebaliknya.
Dari narasi komunikasi yang terjadi diberbagai media tentu memberikan satu kans bagi kita bahwa komunikasi bisa saja ditelan sedemikian rupa tanpa harus bertanya tentang kebenarannya, namun ada juga komunikasi yang bernarasi bahwa belum tentu itu kenyataannya.
Maka dengan perkembangan dunia komunikasi melalui dunia digital sudah barang tentu akan memberikan persepktif yang begitu luas akan sebuah kejadian atau peristiswa maka dari itu, komunikasi dalam hidup kekinian tentu menjadi penanda bahwa apapun yang terjadi Ketika komunikasi awal salah bisa jadi endingnya salah, tapi bisa juga awalnya kurang baik endingnya bagus, pun sebaliknya.
Ada beberapa hal yang mempengaruhi suatu komunikasi menurut Mehrabian, A., & Ferris, S. R. (1967) diantaranya :
- Bahasa tubuh (Body Languange).
Dalam berkomunikasi, body language ternyata memiliki pengaruh yang besar terhadap suatu komunikasi, mencapai 55%. Body language atau bahasa tubuh merupakan gerakan yang dialami seseorang tanpa sadar dilakukan dan tanpa ada rekayasa maupun kebohongan. Gerakan tersebut sebenarnya tidak ingin diberikan atau dilakukan namun gerakan tersebut tidak dapat dikontrol dan terlepas dengan sendirinya. Ada beberapa gerakan yang dapat kita ketahui maksudnya, yaitu dilihat dari matanya, tangan atau lengan, menaikkan atau menurunkan alis, posisi kepala, dan menjaga posisi tubuh tetap tegak. Dari gerakan tersebut kita dapat mengetahui apa yang mereka sebenarnya rasakan atau katakan. Mulai dari gerakan mata yang mempunyai peran yang cukup besar dalam komunikasi, kemudian gerakan tangan atau lengan memiliki banyak arti seperti sedang kesal, marah, nyaman, sampai menutup diri dari lingkungan sekitar. Kemudian ada pula menaikkan dan menurunkan alis yang memiliki arti sedang dalam kondisi ingin tahu, penasaran, perasaan emosi seperti sedih, murung, bingung, takut atau merasa tertarik pada sesuatu.
Dalam komunikasi, bahasa tubuh ini digunakan untuk: (1) penyampaian sikap. Misalnya cara berdiri, bergerak, menatap, dan tersenyum yang dimanipulasikan sedemikian rupa akan memberi nuansa komunikatif terhadap penampilan kata-kata, (2) penyampaian perasaan. Misal dengan selalu tersenyum sambil menceritakan suatu anekdot atau humor yang terkait dengan bahan pembicaraan akan membuat pendengar benar-benar menikmati humor dan anekdot tersebut, (3) luapan emosi. Kondisi kejiwaan seseorang bisa tersamarkan dengan kata-kata, namun ia tidak bisa menyembunyikan bahasa tubuhnya, (4) menyempurnakan komunikasi. Perpaduan antara komunikasi verbal dan bahasa tubuh dapat menjadikan komunikasi sempurna ditambah dengan gaya bahasa dan pengucapan yang sesuai isi komunikasi itu sendiri, (5) memperjelas pesan. Penggunaan bahasa tubuh dapat memberikan pemahaman yang lebih dalam komunikasi karena tidak semua pesan yang disampaikan melaui kata-kata mudah untuk dipahami dan dimengerti, (6) menegaskan isi pesan.Mmisalnya gerakan meletakkan jari ke bibir yang mendakan isyarat untuk diam, tentu tanpa harus berkata lawan bicara akan bisa menangkap isi pesan ini, (7) menghindari kesalahpahaman. Penggunaan bahasa tubuh yang benar akan mendukung tersampaikannya pesan lebih tepat dan akurat, (8) mengetahui kebosanan. Memahami bahasa tubuh secara detail, dapat mengetahui apakah lawan bicara sedang bosan dan tidak ingin mendengarkan atau tidak suka dengan topik pembicaraan, (9) mendeteksi kebohongan. Tatapan mata, ekspresi wajah, bahkan gerak tangan dan tubuh seseorang akan terbaca dengan jelas apabila si pembicara sedang berbohong, dan (10) memahami pikiran seseorang, Dari mengamati bahasa tubuh, kita bisa lebih memahami apa yang dipikirkan orang lain.
2. Kata-kata (Words)
Kata-kata yang terangkai menjadi suatu kalimat dalam komunikasi ternyata hanya berpengaruh sekitar 7% saja. Akan tetapi meskipun hanya berpengaruh sebanyak 7%, kata-kata yang digunakan dalam komunikasi harus tetap diperhatikan penggunaannya. Dalam berkomunikasi harus tetap memperhatikan di kondisi seperti apa komunikasi dilakukan sehingga dapat memilih dan memilah kata-kata yang tepat untuk disampaikan. Misal, kata “aku” dan “saya” memiliki makna yang sama yaitu menunjukkan diri sendiri. Namun, kata “aku” tidak pas digunakan dalam suatu komunikasi formal. Misalnya saat rapat atau berbicara dengan pimpinan secara formal di kantor. Penggunaan kata “saya” lebih tepat digunakan dalam kondisi tersebut, untuk menunjukkan kesopanan berbicara. Begitu juga dengan kata “kalian” dan “ibu bapak” atau “teman-teman” yang memiliki makna yang sama yaitu menujukkan orang kedua jamak. Kata “ibu bapak” atau “teman-teman” akan lebih tepat digunakan pada suatu komunikasi formal. Hal ini menunjukkan tingkat kesopanan berbicara yang lebih dibandingkan menggunakan kata “kalian”.
Terkadang orang lalai dalam mengontrol kata-kata yang digunakannya dalam suatu komunikasi. Penggunaan kata yang kurang tepat dalam komunikasi dapat menyebabkan terjadinya miskomunikasi dan banyak masalah dapat terjadi akibat adanya miskomunikasi tersebut.
3. Suara (Voice
Suara yang digunakan untuk berkomunikasi ternyata membawa pengaruh sebanyak 38%. Suara di sini bisa memiliki makna intonasi yang digunakan untuk menyampaikan informasi yang merupakan tinggi rendahnya suara, irama suara atau alunan nada. Dalam berkomunikasi, suara akan sangat berpengaruh terhadap apa yang disampaikan dan terhadap si penerima informasi tersebut. Perbedaan intonasi dalam kalimat yang sama akan memiliki arti yang berbeda bagi si penerima informasi. Misalnya, “saya tidak apa-apa”, apabila disampaikan dengan intonasi yang normal atau biasa-biasa saja akan memiliki arti bahwa semuanya baik-baik saja. Tetapi, apabila kalimat tersebut disampaikan dengan intonasi yang tinggi atau dengan suara yang keras, dapat memiliki arti bahwa sebenarnya ada apa-apa.
Penggunaan suara dalam komunikasi ini tidak dapat dianggap sepele karena efeknya akan berbeda bagi orang yang diajak berkomunikasi, tergantung dari intonasi yang digunakannya. Oleh karena itu, agar tidak terjadi miskomunikasi maka pembicara harus menggunakan intonasi yang tepat untuk menyampaikan informasi saat berkomunikasi.
Selain ketiga hal yang mempengaruhi komunikasi tersebut, ada beberapa hal yang juga harus diperhatikan agar terjadi komunikasi yang baik, seperti: (1) berbicara yang efektif dalam arti tidak bertele-tele, tidak berputar-putar untuk menyampaikan suatu poin pembicaraan; (2) berbicara penuh motivasi dimana komunikasi yang terjalin dan sampai kepada lawan bicara haruslah yang bersifat mendorong agar lawan bicara tergerak untuk melakukan sesuatu dengan baik dan sungguh-sungguh berdasarkan pengarahan yang sudah diberikan; dan (3) berbicara untuk mendapatkan perhatian, temukan materi yang belum pernah pendengar tahu dan selipkan hal-hal unik untuk menarik perhatian lawan bicara.
Melihat besarnya pengaruh terhadap terjadinya komunikasi yang baik, maka hal-hal yang diuraikan tersebut di atas harus dapat digunakan pada saat yang tepat agar komunikasi dapat disampaikan tepat sesuai dengan yang diinginkan dan agar tidak terjadi kesalahpahaman tentang maksud yang ingin disampaikan melalui komunikasi tersebut. Penggunaan kata-kata dan pembicaraan yang tepat disertai dengan bahasa tubuh dan suara yang tepat akan menjadikan komunikasi berjalan lancar dan tepat sasaran.
Sehingga melalui komunikasi, perepektif si pemberi dan penerima komunikasi utamanya dalam konteks kehidupan kekinian tidak mengundang masalah, karena bisa jadi dengan komunikasi yang kurang baik apalagi dengan mudah dan cepatnya proses penyebaran komunikasi menyebabkan petaka bukan hanya untuk satu atau dua orang bahkan bisa melibatkan ratusan bahkan satu kampung yang terlibat. Artinya, mari kita jaga komunikasi melalui Bahasa tubuh, kata-kata, dan suara yang baik. (*)