Oleh : Ade Irawan (Founder Hai Institute)
Pancasila lahir tidak sekonyong-konyong begitu saja, Pancasila lahir dari proses refleksi Panjang founding Father bangsa ini, yaitu Soekarno, Soepomo dan Moh. Yamin. Banyak hal yang membuat para tokoh ini kemudian merumuskan Pancasila sebagai falsafah bahkan menjadi doktrin bangsa Indonesia. Karena memang Indonesia berada dalam cengkram penjajah, tentu diperlukan postulat atau pegangan semua elemen untuk kemudian Bersatu padu menyatukan cita meraih kemerdekaan.
Namun, sosok yang paling dominan dalam perumusan Pancasila adalah Soekarno, mengapa saya lebih tertarik pada sosok Soekarno karena saya memang pecinta pemikiran Soekarno. Bahkan saya dedikasikan tulisan Skripsi S1 saya di Jurusan Pemikiran Politik Islam UIN Jakarta tentang Soekarno dengan Judul Politik Pemikiran Luar Negeri Soekarno.
Dari berbagai literasi, Pancasila versi Soekarno memang lahir dari pergolakan kehidupan Soekarno dari semenjak dia menjadi akvtivis muda hingga menjadi tokoh besar pergerakan kemerdekaan bangsa ini. Soal Pancasila, sedikit unik karena tercipta dalam proses perenungan Soekarno ketika diasingkan ke pulau Flores, Ende.
Soekarno diasingkan ke Ende oleh pemerintah kolonial Belanda dari tahun 1934 hingga 1938, tepatnya pada tanggal 14 Januari 1934 hingga 18 Oktober 1938. Pengasingan ini dilakukan karena kegiatan politik Soekarno dianggap membahayakan pemerintah kolonial. Di Pulau inilah Soekarno kemudian banyak merenungkan pemikiran dan pada akhirnya kemudian menciptakan beberapa yang kemudian menjadi dasar Pancasila.
Pohon sukun itu, yang berdiri kokoh di atas bukit, menghadap kelaut. Di situlah, pada tahun 1934 hingga 1938, Soekarno banyak merenung. Beberapa saksi sejarah menuturkan, salah satu hasil perenungan Bung Karno di bawah pohon sukun itu adalah Pancasila.
Dalam buku otobiografinya, Bung Karno Penyambung Lidah Rakyat Indonesia, Soekarno mengatakan: “Di pulau Bunga yang sepi tidak berkawan aku telah menghabiskan waktu berjam-jam lamanya merenungkan di bawah pohon kayu. Ketika itu datang ilham yang diturunkan oleh Tuhan mengenai lima dasar falsafah hidup yang sekarang dikenal dengan Pancasila. Aku tidak mengatakan, bahwa aku menciptakan Pancasila. Apa yang kukerjakan hanyalah menggali tradisi kami jauh sampai ke dasarnya dan keluarlah aku dengan lima butir mutiara yang indah.”
Adapun 5 rumusan dasar negara Ir. Soekarno adalah: Kebangsaan Indonesia; Internasionalisme atau Peri Kemanusiaan; Mufakat atau Demokrasi; Kesejahteraan Sosial; dan Ketuhanan.
Soekarno sendiri menolak disebut sebagai “penemu Pancasila”. Baginya, lima mutiara dalam Pancasila itu sudah ada dan hidup di bumi dan tradisi historis bangsa Indonesia. Soekarno hanya menggalinya setelah sekian lama tercampakkan oleh kolonialisme dan penetrasi kebudayaan asing.
Hal ini seperti yang disampaikan Presiden Soekarno, yang juga penggagas Pancasila. Berikut pernyataan Soekarno dikutip dari Pidato Bung Karno, 1 Juni 1946 dalam Rangka Peringatan Hari Pancasila.
“Saya bukanlah pencipta Pancasila, saya bukanlah pembuat Pancasila. Apa yang saya kerjakan tempo hari, ialah sekadar memformuleer perasaan-perasaan yang ada di dalam kalangan rakyat dengan beberapa kata-kata, yang saya namakan “Pancasila”. Saya tidak merasa membuat Pancasila. Dan salah sekali jika ada orang mengatakan bahwa Pancasila itu buatan Soekarno, bahwa Pancasila itu buatan manusia. Saya tidak membuatnya, saya tidak menciptakannya. Jadi apakah Pancasila buatan Tuhan, itu lain pertanyaan…
Dari sekian banyak catatan Sejarah tersebut dan dari sekian tahun peringatan lahir Pancasila, sudahkah kita membumikan Pancasila. Tentu tidak mudah dijawab, namun sejatinya sebagai insan bumi pertiwi sudah sepatutnya kita membumikan Pancasila sebagai falsafah kehidupan sehari-hari yang nyata.
Kini, kenyataan itu akan semakin bisa dinikmati dalam banyak hal karena kebebasan berwarga negara sudah sangat terbuka, dari kebebasan berkespresi, beraktivitas, bahkan mencurahkan segala pemikiran pun kita bebas. Hanya satu tentunya, sesuai etika dan aturan yang memang dirancang untuk kehidupan berbangsa dan bernegara. Bila seorang guru maka bumikan Pancasila dalam kehidupan belajar mengajar, bila seorang petani maka bumikan Pancasila dalam bercocok tanam, dan bila seorang teknokrat maka bumikan Pancasila dalam perjalanan karir nya dan bila seorang birokrat, aktivis, jurnalis pun demikian.
Semoga, Pancasila masih mengema dihati sanubari dan menjadi Kompas setiap warga bangsa ini ditengah-tengah kehidupan ekonomi yang tidak menentu. Semoga Pancasila, masih menjadi kitab suci semua pemimpin bangsa kita dalam Memperkokoh Ideologi Pancasila Menuju Indonesia Raya. (*)