News, Education & Lifestyle

Memilih Itu Berat, Biar Aku Saja: Potret Jiwa Pribumi Sejati

76

Oleh: Ade Irawan (CEO Hai Institute)

Bagi sebagian masyarakat, menyalurkan hak suara dalam pemilu seperti legislatif, pilpres, atau pilkada terasa berat. Dalam hitungan kurang dari sehari, Pilkada 2024 akan digelar secara serentak pada 27 November 2024. Momentum ini menjadi momen penting untuk menentukan arah masa depan daerah selama lima tahun ke depan.

Mengapa Memilih Itu Berat?

Rasa berat dalam memilih sering kali disebabkan oleh berbagai faktor. Misalnya, belum ada calon yang benar-benar “menggetarkan hati,” ketidaksukaan terhadap partai tertentu, benci terhadap salah satu calon, atau kecewa dengan janji-janji politik yang tak kunjung dipenuhi. Bahkan, ada yang menunggu imbalan hingga detik terakhir untuk memutuskan pilihan. Namun, alasan-alasan ini seharusnya tidak menjadi penghalang untuk menyalurkan hak suara.

Melalui Pilkada 2024 rakyat dapat memilih gubernur dan wakil gubernur, bupati dan wakil bupati, serta wali kota dan wakil wali kota secara langsung dan demokratis. Oleh sebab itu, masyarakat Indonesia dapat memberikan hak suaranya untuk memilih pemimpin baru masing-masing wilayahnya.

Pilkada sebagai Warisan Kepemimpinan Daerah

Pilkada 2024 bukan sekadar rutinitas demokrasi. Ini adalah wujud pelaksanaan kedaulatan rakyat di tingkat provinsi, kabupaten, atau kota sebagaimana diatur dalam Peraturan Komisi Pemilihan Umum Nomor 2 Tahun 2024. Pemilihan ini menjadi kesempatan emas untuk menentukan pemimpin yang mampu membawa perubahan positif bagi daerah.

Sayangnya, kita sering mendengar berita tentang kepala daerah yang terjerat kasus hukum atau operasi tangkap tangan (OTT). Meskipun demikian, hal ini tidak boleh membuat masyarakat apatis. Sebaliknya, setiap suara yang diberikan adalah bentuk kepedulian terhadap masa depan daerah.

Menentukan Pilihan, Sebuah Tanggung Jawab Besar

Memilih memang bukan perkara mudah, terutama jika daerah telah berkali-kali berganti pemimpin namun tak juga mengalami perubahan signifikan. Namun, satu suara yang diberikan di TPS adalah wujud tanggung jawab sebagai warga negara untuk mendorong pembangunan daerah.

Setiap calon kepala daerah yang maju tentu telah melalui berbagai proses seleksi. Mereka memiliki visi dan misi yang dirancang untuk memajukan daerah. Tantangannya kini adalah bagaimana masyarakat dapat mengakses informasi yang akurat tentang masing-masing calon, terutama bagi mereka yang tidak tersentuh kampanye atau tidak memiliki akses media sosial. Kondisi ini berpotensi meningkatkan angka golput, yang tentunya merugikan proses demokrasi.

Pemilih Adalah Ksatria Sejati

Di tengah hingar-bingar “peperangan” baliho, jargon, dan kampanye di dunia maya maupun nyata, kini tiba saatnya masyarakat menjadi ksatria sejati. Siapa ksatria sejati itu? Mereka adalah pemilih yang hadir di TPS untuk memberikan suaranya. Bukan mereka yang hanya berteriak-teriak saat kampanye atau sibuk mengklaim jumlah suara.

Ksatria sejati adalah warga yang datang ke TPS dengan niat tulus dan kesadaran penuh untuk menentukan nasib daerahnya. Mereka berkontribusi nyata demi terwujudnya kemajuan di bidang infrastruktur, pendidikan, ekonomi, dan berbagai aspek kehidupan lainnya.

Renungkan Pilihanmu

Masih ada waktu satu malam untuk merenungkan kepada siapa suara akan diberikan. Jadilah bagian dari masyarakat pejuang yang ingin melihat daerahnya maju di tangan pemimpin yang tepat. Mari kita wujudkan demokrasi yang sehat dan bertanggung jawab.

Selamat berpesta demokrasi, selamat menentukan pilihan. Datanglah ke TPS dan gunakan hak suara Anda untuk masa depan daerah. Karena kita adalah potret jiwa pribumi sejati yang berkomitmen pada kemajuan bangsa. (*)

Leave A Reply

Your email address will not be published.